Translate

Kamis, 15 Juni 2017

KISAH INSPIRATIF - Ibu Senantiasa Mau Berkorban


DasadarmaTrisatya.Blogspot.com - Ibu Senantiasa Mau Berkorban


IBU SENANTIASA MAU BERKORBAN

'Sumber : Surga masih di telapak kaki ibu - Safira Atalla'
“Lewat ibulah kita lahir di dunia. Tuhan menitipkan kita ke rahimnya untuk dilahirkan dan dirawatnya dengan sepenuh cinta. Cintanya putih, hidupnya hanya untuk anaknya, demi menjalankan amanah-Nya, dititipi seorang anak. Tetapi kita sering melupakannya, mengecilkan keberadaannya, menganggapnya tidak ada” 
            Ibuku hanya memiliki satu kaki dan satu mata. Aku sangat membencinya. Aku sangat malu dengan keadaan fisiknya. Ia menjadi juru masak di rumah tetanggaku dan berjualan kue di sekolahku, untuk membiayai keluarga.

            Suatu hari ketika aku masih SD, ibuku datang, aku sangat malu. Mengapa ia lakukan ini? Aku memandangya dengan penuh kebencian dan melarikan diri. Ibuku terdiam dan hanya memandangku dengan wajah tanpa dosa.

            Keesokan harinya di sekolah, aku diejek teman-temanku.
            “Ibumu hanya punya satu kaki dan satu mata ?!?! Hiiii Takuuuutt !”
            Aku berharap ibuku lenyap dari muka bumi. Ujarku pada ibu, “Bu, mengapa ibu tidak punya satu kaki dan satu mata lainnya? Kalau Ibu hanya ingin membuatku ditertawakan, lebih baik ibu mati saja!!!”.

            Ibuku tidak menyahut. Aku merasa agak tidak enak, tapi pada saat yang bersamaan, lega rasanya sudah mengungkapkan apa yang ingin sekali kukatakan selama ini. Mungkin karena ibu tidak menghukumku, tapi aku tak berpikir sama sekali bahwa perasaannya sangat terluka karenaku.

            Malam itu aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku sedang menangis, tanpa suara, seakan-akan ia takut aku akan terbangun karenanya. Ia memandangku sejenak, dan kemudian berlalu dengan kaki pincangnya. Akibar perkataanku tadi, hatinya tertusuk. Walaupun begitu, aku masih sangat membenci ibuku yang sedang menangis dengan satu kaki dan matanya itu. Lalu aku tak mau lemah, berkata pada diriku sendiri bahwa aku akan tumbuh dewasa dan menjadi orang yang sukses kelak.

            Kemudian aku  belajar dengan tekun, ibuku terus bekerja membelikanku baju, buku sekolah, membayar uang sekolah. Dan akhirnya aku lulus, lalu mendapat beasiswa masuk perguruan tinggi. Kutinggalkan ibuku dan pergi ke ibu kota untuk menuntut ilmu.

            Lalu aku pun lulus dengan nilai baik dan mendapat pekerjaan yang sangat baik pula. Kemudian aku menikah. Aku membeli rumah. Kemudian aku pun memiliki anak. Hingga aku hidup dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggalku karena tidak membuatku teringat akan ibuku. Aku sangat malu dan kecewa jika ingat masa kecilku.

            Kebahagiaan ini bertambah terus dan terus. Hingga satu saat ibuku dating ke rumahku, terlihat kepanasan di wajahnya, berkeringat dan terengah-engah dengan kaki dan mata satunya. Seakan-akan langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku berlalri ketakutan, ngeri melihat bentuk ibuku yang tidak normal dan tidak karu-karuan.

            Kataku lantang sok tidak kenal, “Siapa kamu?! Aku tidak kenal dirimu! Berani-beraninya kamu datang ke sini dan menakuti anak-anakku! Keluar kamu dari sini! Pergi !”.
            Ibuku hanya menjawab perlahan, “Ohh, maaf. Sepertinya saya salah alamat.”

            Dan ia pun berlalu dengan tongkat kayu tua kakinya. Untung saja ia sepertinya rela tidak mengenalku. Aku sungguh lega. Aku tidak peduli lagi, aku pun menjadi lega.

            Suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah tiba di rumahku. Aku berbohong pada istriku bahwa aku ada urusan kantor. Aku pun pergi ke sana. Setelah reuni, aku mampir ke gubuk tua, yang dulu aku sebut rumah, rumahku. Hanya sekedar ingin tahu saja.

            Rumah reyot yang hamper rubuh itu sangat sepi. Lalu aku masuk ke dalam rumah berlantai tanah itu. Di sana, kutemukan ibuku tergeletak di lantai yang dingin. Namun aku tetap dengan angkuhnya tak meneteskan air mata sedikit pun. Ada selembar kertas di tangannya.


Sepucuk surat untukku.

Anakku.

Kurasa hidupku sudah cukup panjang. Dan aku tidak akan pergi ke rumahmu lagi. Namun apakah berlebihan jika aku ingin kau menjengukku sekali?

Aku sangat merindukanmu, dan aku sangat gembira ketika mendengar kau akan datang ke reuni itu. Tapi kuputuskan aku tidak pergi ke sekolah. Aku takut kamu akan malu dan marah lagi.

Demikian, aku menahan diri untuk tidak menemuimu, berusaha membunuh rinduku padamu. Dan aku minta maaf karena selama ini hanya membuatmu malu dengan keadaan cacat fisikku.

Kau tahu, ketika kau masih dalam kandungan ibu mengalami kecelakaan. Ketika ibu masih hamil, seseorang telah menabrak kaki ibu hingga patah. Tetapi untung kandungan ibu selamat, akhirnya ibu melahirkan bayi lucu, yaitu kamu.

Tetapi sayang, Tuhan hanya memberikanmu satu mata. Sebagai seorang ibu, aku tak akan rela melihatmu tumbuh hanya dengan mata satu. Maka aku berikan satu mataku kepadamu. Aku sangat bangga padamu yang telah melihat seluruh dunia untukku, dengan mata itu.

Aku tak pernah marah atas semua kelakuanmu. Ketika kau marah padaku. Aku hanya membatin menghibur diri sendiri, itu karena kau mencintaiku anakku!

            Aku langsung mati rasa dan raga, hatiku hancur, karena kesombongan dan kebodohanku selama ini, malu memiliki ibu yang cacat.

            Aku menangis sejadi-jadinya, berteriak maminta maaf dan memeluk ibuku erat-erat. Namun saying tubuh kecil dan kurus ibu hanya diam dan kaku dalam pelukanku. Ternyata ibu sudah beberapa jam lalu meninggal dalam kesendiriannya dan terus menggenggam rindu buatku si anak durhaka.


pongimaji Manusia Biasa

MUSLIM.seorang Pramukawan berdarah Indonesia ASLI. Berusaha menyampaikan ilmu melalui tulisan yang sederhana. . Apabila saya salah mohon saya diluruskan. . Karena kritikan dan masukan dari kawan-kawan sangat berarti untuk membangun diri saya. . Berbagi itu Indah. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar